Rabu, 06 Februari 2013

‘Seandainya’…


Akhir-akhir ini aku asyik dengan hobi baruku, yaitu menulis fiksi. Kegiatan yang sangat menyenangkan menurutku. Dimana kita bisa menciptakan dunia kita sendiri, mengatur jalannya hari-hari didalam dunia kita itu. Menciptakan sesuatu yang lebih indah daripada yang pernah kita alami.
Berbeda dengan proses tulisan-tulisanku sebelumnya yang mengharuskan aku untuk keluar dari rumah untuk mendapatkan hal-hal apa saja yang akan aku masukkan kedalam lembar-lembar tulisan.
Menulis fiksi ini seakan kita berada dalam dunia kedua selain dunia nyata kita.
Tapi juga bukan berarti menjadi penulis cerita fiksi membuat kita menjadi orang yang lebih suka bermimpi dan berkhayal dengan mengesampingkan kehidupan nyata kita. Justru sebaliknya.
Sama dengan kita bermain game, kita dapat memperjuangkan apa yang benar-benar kita inginkan, dengan hasil yang sudah pasti nyata. Karena terkadang di dunia nyata,ketika kita berusaha mati-matian akan suatu hal, hasil yang akan kita dapatkan belum lah tentu fair dengan apa yang kita perjuangkan. Banyak hal yang ikut mempengaruhi.
Menulis fiksi juga mengesankan kita mempunyai imajinasi yang berlebih dari orang kebanyakan. Dan itu justru bagus menurutku.
Bukan untuk membela diri sendiri, tapi orang dengan kemampuan imajinasi, kemampuan berkreativitas, maupun kemampuan untuk berkhayal sangat diperlukan di dunia kita yang serba eksakta sekarang ini.
Orang yang berimajinasi tinggi diperlukan untuk mengimbangi orang berintelektual tinggi dibidang eksak. Agar dunia ini tercipta keseimbangan.
Siapapun anda yang berpikir bahwa perkembangan di dunia ini hanya ditentukan oleh otak-otak dokter,professor,atau insinyur,siap-siaplah hancur dengan pikiran anda tersebut.
Tidak dipungkiri memang bahwa dunia membutuhkan intelegensi dari mereka-mereka tersebut. Tapi anda akan salah besar kalau merendahkan kedudukan para seniman,illustrator,filsuf,desainer,creator, dan bahkan penulis.
Dunia mencatat beberapa pengubah-pengubah dunia juga banyak dari kalangan seniman. Sebut saja salah satu contoh seniman pengubah dunia yang palin bersinar,yaitu Leonardo Da Vinci.
Anda bodoh kalau tidak menganggap Da Vinci dengan segala yang sudah ditemukannya bukan termasuk salah satu pengubah terbesar terhadap dunia yang kita tinggali saat ini.
Ada juga pengubah-pengubah dunia dari bidang kreativitas yang lain seperti yang dilakukan kelompok The Beattles, Michael Jackson, Elvis Preasley, dan hingga era Deep Purple serta Nirvana.
Contoh teranyar yang dari imajinasinya berhasil mengubah dunia adalah salah satu ‘bunda’ dari para penulis baru, yaitu JK Rowling. Sebelum dia muncul dengan Harry Potter nya,dunia tidak terlalu memandang serius dunia tulis menulis fiksi. Ketika itu dunia lebih memilih bacaan-bacaan yang lebih serius seperti auto-biografi atau bahkan masih ada yang memilih buku-buku filosofi sebagai bacaannya.
Lalu coba kita melihat kedalam negara kita sendiri. Sebagai negara yang memang sedang berkembang, pola pikir di masyarakatnya adalah bagaimana untuk mencapai tingkat pendidikan setinggi-tingginya. Kreativitas? Imajinasi? Mereka tidak terlalu peduli dengan pengembangan-pengembangan itu. Yang penting pinter,punya gelar pendidikan sebanyak-banyaknya,sudah cukup.
Coba lihat beberapa contoh dokter yang ada disekitar kita. Untuk anda yang bukan bekerja sebagai dokter, pernah tidak merasakan ketika anda pergi ke si dokter X, anda tidak dilayani dengan semestinya dokter melayani pasien.
Entah itu dari tata bicara si dokter X itu yang terkesan asal-asalan, terkesan menggurui pasien, sampai ada beberapa tingkah laku yang menunda untuk memeriksa pasien pada jam-jam sekian karena beliau sedang makan atau tidur!
Cara pandang yang tidak pernah berandai-andai ‘seandainya aku pasiennya’ yang dimiliki beberapa contoh oknum dokter tersebut juga membuktikan bahwa memang dia otaknya pintar,cerdas,mampu menghafal beribu-ribu jenis penyakit beserta gejala dan obatnya,tapi sangat lemah dalam merasakan. Tidak peka terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mengandung kata ‘seandainya’.
Tidak hanya berlaku untuk beberapa orang pintar dari latar belakang kedokteran, di dunia industri dan di dunia bisnis bahkan lebih banyak lagi. Mereka orang pintar,cerdas,tapi sayang kepekaan mereka terhadap kata ‘seandainya’ juga sangat lemah.
Coba saja kalau sebagian besar pengusaha kaya raya itu mau berpikir tentang ‘seandainya’, kita tidak lagi melihat banyak pengangguran,tidak lagi menemukan gelandangan-gelandangan di pinggir jalan,tidak lagi menemukan anak-anak berperut buncit karena kekurangan gizi.
Aku juga tidak mencoba untuk mengagungkan para pekerja imajinasi, kelemahan paling terlihat dari sosok seniman-seniman kita itu adalah seringnya mereka berjalan dengan hanya mengandalkan sensitivitas mereka,dan jarang sekali intuisi logika mereka digunakan. Terbukti hanya ada beberapa saja seniman di negara kita yang hidupnya termasuk ke golongan kaya raya,meskipun sebenarnya ada jutaan seniman yang karyanya sangat bagus.
Kembali ke cerita tentang fiksiku tadi, saat aku menuliskan bab ini fiksiku tengah berjalan sepanjang 80 halaman. Masih sedikit sekali memang, tapi bagiku itu tidak mudah, apalagi itu tulisan cerita fiksi pertamaku. Semakin banyak halaman yang tertulis, aku semakin salut dengan penulis-penulis fiksi seperti bunda JK Rowling. Bagaimana dia mengalahkan kemalasan-kemalasan untuk mencari plot cerita baru,untuk mencari nama-nama dari berbagai tokoh dan tempat dalam cerita fiksinya (dan menurutku itu adalah bagian tersulit dalam menulis fiksi!).
Terakhir, mungkin sedikit berbagi tips untuk penulis-penulis fiksi baru sepertiku, ternyata fiksi itu bukan hanya sekedar cerita yang bergantung pada khayalan dan imajinasi saja, tapi lebih terpenting lagi adalah bagaimana kita bisa menuangkan pengalaman-pengalaman pribadi kita sebagai dasarnya dengan disertai tambahan-tambahan lain yang menurut kita bakal bisa memperkaya cerita fiksi kita.
Jadi, bagaimanapun, mau kita sedang menulis cerita-cerita slice of life,fiksi,ataupun komedi, Let’s Go Out and Find Your Own Experiences!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar