Sore ini tadi, tidak
seperti biasanya, aku habiskan waktu dengan berjalan-jalan disekitar kompleks
perumahan. Mencoba untuk melepas diri ke lingkungan sekitar yang memang tidak
terlalu akrab buatku. Lucu sekali dimana terlihat beberapa anak kecil bermain
sepeda, bermain jungle jim yang
memang tersedia di beberapa sudut taman kecil. Ada juga pemuda-pemudi
–mahasiswa tampaknya- yang sedang sibuk dengan laptopnya masing-masing.
Didekat pos satpam juga
terlihat penjual bakso yang akur dengan dua satpam yang sedang asyik menyantap
bakso, dimana seharusnya satpam-satpam itu dengan tegas memperingatkan si
pedagang bakso bahwa tidak boleh ada pedagang yang masuk ke area kompleks
perumahan. Contoh gamblang bahwa semangkuk bakso bisa membayar ketegasan
penegak ketertiban.
Disisi lain yang lebih
mempunyai ruang lebih lapang, terlihat tiga atau empat anak yang khusyu’
mendongak keatas memperhatikan layang-layang mereka yang berkibar ditiup angin
yang memang cukup bersahabat bagi penyuka layang-layang karena tiupannya cukup
kencang.
Aku akhirnya lebih
memilih untuk menonton para “petarung-petarung” layangan itu daripada
memperhatikan ekspresi satpam-satpam penikmat bakso, ataupun menyaksikan
wajah-wajah lelah si mahasiswa yang kelihatannya sudah tidak nyenyak lagi
disetiap tidurnya.
Teringat dulu waktu
seumuran anak kecil itu,aku juga sering sekali bermain layangan. Tidak cukup
jago untuk “membunuh” layangan lain,tapi cukuplah untuk sekedar bisa
menerbangkan layangan dengan mudah, karena aku tahu tidak semua orang diberi gift untuk sekedar menerbangkan
layangan… hehe..
Seru juga menyaksikan
jagoan-jagoan cilik itu bertarung melawan angin, dan beberapa teman baru mereka
yang baru tiba di tempat itu dan berusaha menangkap angin agar layangan mereka
bisa terbang. Sedangkan anak lain yang layangannya sudah terbang sejak tadi pun
mulai bandel dengan mulai mengincar jalur senar benang milik pelayang-pelayang
lainnya.
Satu layangan berhasil
dia putuskan senarnya. Dan dia terlihat sangat senang. Entah kenapa ia sesenang
itu,padahal baru saja dia sudah mengambil kesenangan dari anak yang putus
layangannya. Tapi begitu pun, selain dia mengambil kesenangan si pemilik
layangan yang putus, namun dia sekaligus memberikan kesenangan baru untuk
anak-anak lain disekitar untuk mengejar layangan putus tadi.
Dan bagi siapapun yang
tidak pernah bermain layangan tapi mengeluhkan kelakuan anak-anak pegejar
layangan putus, berarti anda melewatkan salah satu momen paling membahagiakan
dalam hidup sebagai anak kecil!
Sementara geli ku masih
teruntuk anak-anak pengejar layangan yang berlarian kearah terbangnya si
layangan putus, mata dan iba ku menangkap bagaimana perasaan si pemilik
layangan putus tadi. Dia kini tertunduk lesu sambil menggulung senar benangnya
yang dililitkan pada semacam kaleng bekas.
Tangannya menggulung
senar,tapi matanya menatap nanar kearah layang-layang lain yang masih menari di
langit. Sejenak dia merogoh sakunya, dan kembali tertunduk lesu. Mungkin dia
ingin membeli layang-layang baru namun uangnya sudah habis.
Begitulah keadaan tanah
lapang sore itu. Tidak istimewa mungkin bagi anda penggemar mall dan
playstation. Tapi bagi mereka, itu adalah salah satu ukuran kebahagiaan.
Dimana kebahagiaan itu
berwujud layang-layang.
Ada waktu ketika
anak-anak kecil itu mencoba dengan susah payah untuk menerbangkan kebahagiaan
mereka. Mereka harus berlari-lari melawan arah angin terlebih dulu. Ketika
kebahagiaan mereka itu sudah mengangkasa, ada waktu juga bagi anak-anak itu
untuk berusaha mempertahankan kebahagiaan mereka agar tetap terbang tinggi.
Pun juga ada waktu
ketika kebahagiaan mereka terenggut paksa oleh kebahagiaan orang lain. Ada anak
yang mencapai kesenangan pribadinya dengan cara berusaha untuk memutuskan
layang-layang milik anak lainnya, memutuskan senar kebahagiaan anak-anak
lainnya. Kita tidak bisa menyalahkan si pemutus layangan, karena itu merupakan ukuran
kebahagiaan untuk dirinya
Sedangkan bagi
anak-anak yang putus layangannya,dia bisa satu step lebih maju dari si pemutus layangan, yaitu bisa belajar
bagaimana cara mengikhlaskan kebahagiaan yang sudah terlanjur terlepas. Dan
berusaha untuk tidak meratapinya terlalu lama. Dibalik sedihnya, sebenarnya dia
mendapatkan lebih banyak hal positif.
Sejam aku duduk dipinggir
jalan untuk memperhatikan mereka semua. Si pemutus layangan, Si anak yang
layangannya putus, dan beberapa pengejar layangan putus.
Mungkin di pikiran
sekelompok anak yang mengejar layangan putus itu, mereka sedang melakukan usaha
untuk mendapatkan kebahagiaannya masing-masing.
Lalu tidak salah bukan
kalau kita sedikit melihat kembali kedalam hidup kita, kedalam
kebahagiaan-kebahagiaan kita. Apakah kita mendapatkan kebahagiaan kita itu
dengan cara berusaha sendiri layaknya anak-anak yang sedang sibuk berkeringat
untuk menerbangkan layangannya itu?
Atau apakah
kebahagiaan-kebahagiaan yang kita dapatkan sekarang ini adalah hasil dari
menikung kebahagiaan orang lain, seperti yang dilakukan si anak pemutus
layangan tadi?
Pertanyaan berikutnya,
apakah kita siap untuk berbesar hati dan ikhlas menerima jika sewaktu-waktu
kebahagiaan kita lepas? Jika memang lepas, dan memang dikarenakan oleh orang
lain yang menikung kebahagiaan kita, apakah kita akan berjuang berlarian untuk
mendapatkan kebahagiaan kita itu kembali, atau hanya megikhlaskan dan mencari
kebahagiaan dalam bentuk lain seperti yang dilakukan si anak yang layangannya
putus?
Hingga akhirnya, apakah
kita bersedia untuk saling sikut dengan orang lain untuk mendapatkan
kebahagiaan kita, seperti beberapa anak yang berebut untuk mendapatkan layangan
putus yang kini tersangkut di pohon itu?
Aku hanya tersenyum
melihat berbagai pertanyaan itu melintas di pikiranku. Masih melamunkan apa
yang kira-kira akan aku jawab, hingga tersadarkan oleh bunyi klakson mobil
kearah sekumpulan anak-anak yang tengah asyik berebut layangan yang tersangkut di
pohon.
Tapi untunglah satpam
perumahan tadi sudah selesai dengan urusan baksonya, dan bersedia untuk
menertibkan anak-anak itu hingga si mobil dapat lewat,lalu membiarkan mereka
asyik dengan kebahagiaan mereka mengejar layangan lagi.
Pertanyaan berikutnya
pun seketika itu pula muncul lagi dalam benakku yang kini sudah beranjak dari
dudukku untuk pulang kerumah.
Diantara
kebahagiaan-kebahagiaan kita sekarang ini, ingatkah kita siapa saja
“satpam-satpam penolong” kita sehingga kita berhasil bahagia dan meneruskan
kebahagiaan kita seperti sekarang ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar