Senin, 28 Januari 2013

Satpam Layangan

Sore ini tadi, tidak seperti biasanya, aku habiskan waktu dengan berjalan-jalan disekitar kompleks perumahan. Mencoba untuk melepas diri ke lingkungan sekitar yang memang tidak terlalu akrab buatku. Lucu sekali dimana terlihat beberapa anak kecil bermain sepeda, bermain jungle jim yang memang tersedia di beberapa sudut taman kecil. Ada juga pemuda-pemudi –mahasiswa tampaknya- yang sedang sibuk dengan laptopnya masing-masing.
Didekat pos satpam juga terlihat penjual bakso yang akur dengan dua satpam yang sedang asyik menyantap bakso, dimana seharusnya satpam-satpam itu dengan tegas memperingatkan si pedagang bakso bahwa tidak boleh ada pedagang yang masuk ke area kompleks perumahan. Contoh gamblang bahwa semangkuk bakso bisa membayar ketegasan penegak ketertiban.
Disisi lain yang lebih mempunyai ruang lebih lapang, terlihat tiga atau empat anak yang khusyu’ mendongak keatas memperhatikan layang-layang mereka yang berkibar ditiup angin yang memang cukup bersahabat bagi penyuka layang-layang karena tiupannya cukup kencang.
Aku akhirnya lebih memilih untuk menonton para “petarung-petarung” layangan itu daripada memperhatikan ekspresi satpam-satpam penikmat bakso, ataupun menyaksikan wajah-wajah lelah si mahasiswa yang kelihatannya sudah tidak nyenyak lagi disetiap tidurnya.
Teringat dulu waktu seumuran anak kecil itu,aku juga sering sekali bermain layangan. Tidak cukup jago untuk “membunuh” layangan lain,tapi cukuplah untuk sekedar bisa menerbangkan layangan dengan mudah, karena aku tahu tidak semua orang diberi gift untuk sekedar menerbangkan layangan… hehe..
Seru juga menyaksikan jagoan-jagoan cilik itu bertarung melawan angin, dan beberapa teman baru mereka yang baru tiba di tempat itu dan berusaha menangkap angin agar layangan mereka bisa terbang. Sedangkan anak lain yang layangannya sudah terbang sejak tadi pun mulai bandel dengan mulai mengincar jalur senar benang milik pelayang-pelayang lainnya.
Satu layangan berhasil dia putuskan senarnya. Dan dia terlihat sangat senang. Entah kenapa ia sesenang itu,padahal baru saja dia sudah mengambil kesenangan dari anak yang putus layangannya. Tapi begitu pun, selain dia mengambil kesenangan si pemilik layangan yang putus, namun dia sekaligus memberikan kesenangan baru untuk anak-anak lain disekitar untuk mengejar layangan putus tadi.
Dan bagi siapapun yang tidak pernah bermain layangan tapi mengeluhkan kelakuan anak-anak pegejar layangan putus, berarti anda melewatkan salah satu momen paling membahagiakan dalam hidup sebagai anak kecil!
Sementara geli ku masih teruntuk anak-anak pengejar layangan yang berlarian kearah terbangnya si layangan putus, mata dan iba ku menangkap bagaimana perasaan si pemilik layangan putus tadi. Dia kini tertunduk lesu sambil menggulung senar benangnya yang dililitkan pada semacam kaleng bekas.
Tangannya menggulung senar,tapi matanya menatap nanar kearah layang-layang lain yang masih menari di langit. Sejenak dia merogoh sakunya, dan kembali tertunduk lesu. Mungkin dia ingin membeli layang-layang baru namun uangnya sudah habis.
Begitulah keadaan tanah lapang sore itu. Tidak istimewa mungkin bagi anda penggemar mall dan playstation. Tapi bagi mereka, itu adalah salah satu ukuran kebahagiaan.
Dimana kebahagiaan itu berwujud layang-layang.
Ada waktu ketika anak-anak kecil itu mencoba dengan susah payah untuk menerbangkan kebahagiaan mereka. Mereka harus berlari-lari melawan arah angin terlebih dulu. Ketika kebahagiaan mereka itu sudah mengangkasa, ada waktu juga bagi anak-anak itu untuk berusaha mempertahankan kebahagiaan mereka agar tetap terbang tinggi.
Pun juga ada waktu ketika kebahagiaan mereka terenggut paksa oleh kebahagiaan orang lain. Ada anak yang mencapai kesenangan pribadinya dengan cara berusaha untuk memutuskan layang-layang milik anak lainnya, memutuskan senar kebahagiaan anak-anak lainnya. Kita tidak bisa menyalahkan si pemutus layangan, karena itu merupakan ukuran kebahagiaan untuk dirinya
Sedangkan bagi anak-anak yang putus layangannya,dia bisa satu step lebih maju dari si pemutus layangan, yaitu bisa belajar bagaimana cara mengikhlaskan kebahagiaan yang sudah terlanjur terlepas. Dan berusaha untuk tidak meratapinya terlalu lama. Dibalik sedihnya, sebenarnya dia mendapatkan lebih banyak hal positif.
Sejam aku duduk dipinggir jalan untuk memperhatikan mereka semua. Si pemutus layangan, Si anak yang layangannya putus, dan beberapa pengejar layangan putus.
Mungkin di pikiran sekelompok anak yang mengejar layangan putus itu, mereka sedang melakukan usaha untuk mendapatkan kebahagiaannya masing-masing.
Lalu tidak salah bukan kalau kita sedikit melihat kembali kedalam hidup kita, kedalam kebahagiaan-kebahagiaan kita. Apakah kita mendapatkan kebahagiaan kita itu dengan cara berusaha sendiri layaknya anak-anak yang sedang sibuk berkeringat untuk menerbangkan layangannya itu?
Atau apakah kebahagiaan-kebahagiaan yang kita dapatkan sekarang ini adalah hasil dari menikung kebahagiaan orang lain, seperti yang dilakukan si anak pemutus layangan tadi?
Pertanyaan berikutnya, apakah kita siap untuk berbesar hati dan ikhlas menerima jika sewaktu-waktu kebahagiaan kita lepas? Jika memang lepas, dan memang dikarenakan oleh orang lain yang menikung kebahagiaan kita, apakah kita akan berjuang berlarian untuk mendapatkan kebahagiaan kita itu kembali, atau hanya megikhlaskan dan mencari kebahagiaan dalam bentuk lain seperti yang dilakukan si anak yang layangannya putus?
Hingga akhirnya, apakah kita bersedia untuk saling sikut dengan orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan kita, seperti beberapa anak yang berebut untuk mendapatkan layangan putus yang kini tersangkut di pohon itu?
Aku hanya tersenyum melihat berbagai pertanyaan itu melintas di pikiranku. Masih melamunkan apa yang kira-kira akan aku jawab, hingga tersadarkan oleh bunyi klakson mobil kearah sekumpulan anak-anak yang tengah asyik berebut layangan yang tersangkut di pohon.
Tapi untunglah satpam perumahan tadi sudah selesai dengan urusan baksonya, dan bersedia untuk menertibkan anak-anak itu hingga si mobil dapat lewat,lalu membiarkan mereka asyik dengan kebahagiaan mereka mengejar layangan lagi.
Pertanyaan berikutnya pun seketika itu pula muncul lagi dalam benakku yang kini sudah beranjak dari dudukku untuk pulang kerumah.
Diantara kebahagiaan-kebahagiaan kita sekarang ini, ingatkah kita siapa saja “satpam-satpam penolong” kita sehingga kita berhasil bahagia dan meneruskan kebahagiaan kita seperti sekarang ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar